Pada kesempatan kali ini Hana
ingin berbagi tentang apa yang telah Hana dapatkan setelah membaca buku karya
Salim A. Fillah “Jalan Cinta Para Pejuang”.
Jangan jadi budak cinta. Kita
harus jadi majikan cinta. Bukan cinta yang mengontrol kita, tapi kitalah yang
mengontrol cinta.
Meletakkan Kebahagiaan.
Dalam cinta, kita lemah karena
posisi jiwa kita salah. Kita mencintai seseorang lalu kita menggantungkan
kebahagiaan kita pada sebuah kehidupan bersamanya. Maka ketika ia menolak, -
atau tak beroleh kesempatan untuk hidup bersama kita, itu menjadi sumber
kebahagiaan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Dan mungkin juga bukan
karena cinta itu sendiri. Tapi karena kita meletakkan kebahagiaan kita pada
cinta yang diterjemahkan sebagai kebersamaan.
Membangun Komitmen.
Jalan cinta para pejuang adalah
jalan kesetiaan dan pengorbanan. Komitmen adalah ikrar kerelaan berkorban;
memberi bukan meminta; berinisiatif tanpa menunggu; memahami dan bukan menuntut.
Komitmen adalah ikatan kesetiaan.
Menghadapi Musuh.
Di jalan cinta para pejuang,
dengan apa kita menghadapi musuh? Tentu saja dengan cinta. Karena cinta bukan
hanya sekedar pelukan hangat, belaian lembut, atau kata-kata penuh dayu. Kita
belajar apa itu cinta dari apapun yang ada di muka bumi. Dari cahaya matahari.
Dari sepasang merpati. Dari sujud dan tengadah doa. Dari kebencian musuh, dari
dengki dan iri para lawan. Dari ketidaktahuan orang yang ingkar dan degilnya
pikiran si munafik. Dari apapun..
Alangkah sedihnya jika cinta tak
punya visi. Ia kecil. Mengerdil. Tak melewati batas-batas syahwat. Tak
melampaui rasam-rasam emosi. Tak menjangkau ufuk-ufuk tinggi. Ia hanya menjadi
kenangan lampau. Kenangan manis kini telah pergi, tapi yang pahit terus
menghantui. Cinta hanya kenangan lama yang tak lebih dari jejak-jejak air mata.
Kalaupun ada hari ini, ia hanya menjadi rindu semalam, cemburu sepagi, dan
tengkar sesiang. Tak lebih. tak bermasa depan.
Visi di jalan cinta para pejuang
awal-awal bermodal kesadaran. Sadar bahwa kita manusia akan menuntun kita
memanfaatkan berjuta karunia Allah Ta’ala untuk mengabdi pada-Nya. Sadar bahwa
kita seorang muslim memandu kita untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Sadar
bahwa kita seorang mujahid, memantapkan langkah kita di jalan cinta para
pejuang. Sadarlah!
Para pecinta sejati tak suka
berjanji, tapi begitu mereka memutuskan untuk mencintai, mereka akan segera
membuat rencana untuk memberi. –Anis Matta
Di jalan cinta para pejuang,
sejak awal kita mengikrarkan bahwa kita semua milik Allah, dan hanya pada-Nya
kita akan kembali. Maka dengan sahabat yang paling mesra, dengan istri yang
paling setia, atau anak-anak yang berbakti, hubungan kita bukanlah hubungan
yang saling memiliki. Allah hanya meminjamkan dia untuk kita dan meminjamkan
kita untuknya. Itu saja. Sudah begitu besar karunia Allah, bahwa kita
ditakdirkan bersama. Atau pernah bersama. Bersama di jalan cinta para pejuang.
Ukuran ketulusan dan kesetiaan
cintamu adalah apa yang kamu berikan padanya untuk membuat kehidupannya menjadi
lebih baik. Maka kamu adalah air, maka kamu adalah matahari. Ia tumbuh dan
berkembang dari siraman airmu. Ia besar dan berbuah dari sinar cahayamu.
Membebas Makna Ikhlas.
Ikhlas, kata yang tak mudah dan
selalu menyisakan tanya.
Dan kita adalah manusia
Yang tak dapat tidak
Suka menuliskan kebajikan-kebajikan
kita
Maka aku menuliskan kebajikan di
atas air
Menjadi gelombang kecil,
Kecil saja di permukaan,
Meriak, dan menghilang
Lalu yang tampak hanya wajahku
kehausan
Atau terkadang ku tulis ia di
atas pasir
Agar angin keikhlasan
menerbangkannya jauh dari ingatan,
Agar ia terhapus, menyebar
bersama butir ketulusan
Di jalan cinta para pejuang,
kesetiaan sejati bukanlah padamu, bukanlah pada manusia. Tapi kepada Allah SWT
dan syariat-syariat-Nya.
No comments:
Post a Comment