Thursday, 18 November 2010

jakarta oh jakarta

Jakarta. Kota megapolitan yang juga menjadi kota megapolusi. Ibu kota Indonesia. Kota kelahiran saya. Kota yang memiliki sejuta kontroversi.

Banyak hal yang berubah dari Jakarta. Dulu, saya masih bisa melihat sawah dan rawa-rawa saat pulang sekolah. Sekarang? Jangankan sawah, sepertinya hewan cantik seperti kupu-kupu sudah enggan berada disana. Kehidupan Jakarta benar-benar berbeda dengan kota-kota lainnya. Sepertinya Jakarta tak pernah tidur. Akan selalu ada aktivitas selama 24 jam. Jika di Bandung jam 10an angkot Ledeng udah ga ada, di Jakarta jam 12 malam pun masih ada bus kota. Ekstrim.

Kemarin saya berkenalan dengan salah seorang mahasiswi UI saat di bus kota. Waktu menunjukkan pukul 9 malam.

Hana : “Kok baru pulang?”

Ita : “Ada kegiatan organisasi. Ini sih masih biasa. Saya pernah pulang jam10 malam dari kampus”.

Hana : ”Wah, kalo dari Depok jam segitu nyampe rumah jam berapa?”

Ita : “Paling jam 11an.”

Hana : “Hmmm…Kalo ada tugas gimana, terus kalo besoknya kuliah bangun jam berapa?”

Ita : “Ya kalo ada tugas dikerjain dulu, mentoknya jam 3 abis itu tidur dan jam setengah 5 harus bangun biar ga telat”

Hana : ???? woooow, hebat yaaaa..

Masyarakat Jakarta dituntut untuk mengikuti pola kehidupan yang cepat. Hana kalo jadi mahasiswa disana bisa K.O kali yaa, gila aja cuma tidur sejam setengah. Belum kalo macet di jalan, bus penuh, bikin sesek, aaa sepertinya akan rentan terkena stres. Bener-bener salut dan kagum sama orang-orang yang bisa survive di Jakarta. They struggle reflect their strength. Mereka bertahan dengan ritme kehidupan yang cadas abis. Ga heran kenapa mahasiswa disana lebih maju daripada mahasiswa kota lain. Tingkat persaingan disana pun lebih tinggi. Ternyata mereka memang sudah terbiasa bertahan di bawah tekanan. Ah tapi Hana juga harus bisa kuat dan tegar kayak mereka.

Pantes aja Babeh betah di Makassar. dulu kan rumah di Pondok Gede, Bekasi tapi kantornya di Cempaka Putih. Beuuuh udah kebayang gimana menderitanya pulang-pergi Jakarta-Bekasi tiap hari hahahaha.

Kehidupan Jakarta memang memiliki pengaruh besar terhadap kontrasnya status sosial masyarakatnya. Pasti kita sudah sering melihat gedung-gedung pencakar langit, apartemen real estate super megah yang bernilai belasan milyar berdiri kokoh di Jakarta. Namun dibawahnya masih terlihat gubuk-gubuk reyot, rumah berbahan dasar triplek dengan tanah sebagai alasnya. Mobil mewah melaju kencang dengan berisikan pengemudinya saja. Sedangkan di bus kota, puluhan orang berdesak-desakan berdiri akibat tidak mendapatkan kursi. That’s ironic.

No comments:

Post a Comment