“Tidaklah
seorang muslim atau manusia atau seorang hamba berkata ketika menjelang sore
dan pagi hari: ‘Aku ridha kepada Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku,
dan Muhammad sebagai Nabi’, kecuali Allah berhak berhak meridhainya pada hari
kiamat.”
(Sunan Ibnu
Majah:3860)
Seorang
muslim dalam mengarungi kehidupan, bisa mengambil berbagai peran. Ada yang
menjadi ulama, ada yang menjadi jutawan, ada yang menjadi teknorat, dan
berbagai peran lainnya. Ilmu yang dikuasai pun boleh berbagai disiplin ilmu.
Ada yang menjadi pakar IT, akuntansi, dan berbagai spesialisasi lainnya. Namun semua
muslim hendaknya ingat bahwa akhir perjalanan hidup mereka di dunia adalah
kematian.
Kemudian
setelah itu malaikat Munkar dan Nakir yang akan menanyai ahli kubur, tidak akan
menanyakan profesi dan kepakaran mereka. Dua malaikat itu akan menanyai masalah
paling dasar. Yaitu siapa Rabbmu, apa agamamu, dan siapa Nabimu.
Hadits di
atas menguatkan agar siapapun kita, apapun profesi kita, dan seperti apapun
kedudukan kita dalam pentas kehidupan ini, hendaklah kita tetap komitmen dengan
3 prinsip dasar tersebut.
Pertama. Komitmen
bahwa Allah semata Rabb kita, artinya kita hanya mengabdi kepada-Nya, bukan
kepada rupiah, jabatan, ketenaran, apalagi makhluk. Hanya Allah-lah sumber
memberikan ketaatan, kecintaan, dan penghambaan. Shalat, ibadah, hidup, dan
mati kita hanya dipersembahkan untuk-Nya. Termasuk berbagai kompetensi dan
profesi yang kita miliki. Bukan untuk dibanggakan, melainkan sebagai sarana
beribadah hanya kepada-Nya.
Kedua. Rela Islam sebagai Din. Yaitu menjadikan Islam
sebagai jalan kehidupan. Semua aspek kehidupannya siap diatur dengan aturan
Islam, tanpa ada keraguan padanya.
Ketiga. Rela
Muhammad sebagai Nabi. Artinya siap menjadikan Nabi Muhammad sebagai panutan,
tauladan, dan model dalam kehidupan kita.
Jika ketiga
perkara tersebut telah mendarah daging dalam sudut kehidupan kita, maka menjadi
apapun kita, hanya akan membuahkan kebaikan di dunia sampai di akherat. Di
dunia, semua potensi kehidupan kita akan menjadi amal shalih, di alam kubur lancar
menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir, dan saat pertemuan dengan-Nya, Dia
meridhai kepada kita. Wallahul Musta’an.
Sumber: Majalah Taujih 40, edisi Juli 2015
No comments:
Post a Comment