Saturday, 12 December 2015

Tiga Prinsip Dasar (Iftitah)

“Tidaklah seorang muslim atau manusia atau seorang hamba berkata ketika menjelang sore dan pagi hari: ‘Aku ridha kepada Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Nabi’, kecuali Allah berhak berhak meridhainya pada hari kiamat.”
(Sunan Ibnu Majah:3860)



Seorang muslim dalam mengarungi kehidupan, bisa mengambil berbagai peran. Ada yang menjadi ulama, ada yang menjadi jutawan, ada yang menjadi teknorat, dan berbagai peran lainnya. Ilmu yang dikuasai pun boleh berbagai disiplin ilmu. Ada yang menjadi pakar IT, akuntansi,  dan berbagai spesialisasi lainnya. Namun semua muslim hendaknya ingat bahwa akhir perjalanan hidup mereka di dunia adalah kematian.

Kemudian setelah itu malaikat Munkar dan Nakir yang akan menanyai ahli kubur, tidak akan menanyakan profesi dan kepakaran mereka. Dua malaikat itu akan menanyai masalah paling dasar. Yaitu siapa Rabbmu, apa agamamu, dan siapa Nabimu.

Hadits di atas menguatkan agar siapapun kita, apapun profesi kita, dan seperti apapun kedudukan kita dalam pentas kehidupan ini, hendaklah kita tetap komitmen dengan 3 prinsip dasar tersebut.

Pertama. Komitmen bahwa Allah semata Rabb kita, artinya kita hanya mengabdi kepada-Nya, bukan kepada rupiah, jabatan, ketenaran, apalagi makhluk. Hanya Allah-lah sumber memberikan ketaatan, kecintaan, dan penghambaan. Shalat, ibadah, hidup, dan mati kita hanya dipersembahkan untuk-Nya. Termasuk berbagai kompetensi dan profesi yang kita miliki. Bukan untuk dibanggakan, melainkan sebagai sarana beribadah hanya kepada-Nya.

Kedua.  Rela Islam sebagai Din. Yaitu menjadikan Islam sebagai jalan kehidupan. Semua aspek kehidupannya siap diatur dengan aturan Islam, tanpa ada keraguan padanya.

Ketiga. Rela Muhammad sebagai Nabi. Artinya siap menjadikan Nabi Muhammad sebagai panutan, tauladan, dan model dalam kehidupan kita.


Jika ketiga perkara tersebut telah mendarah daging dalam sudut kehidupan kita, maka menjadi apapun kita, hanya akan membuahkan kebaikan di dunia sampai di akherat. Di dunia, semua potensi kehidupan kita akan menjadi amal shalih, di alam kubur lancar menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir, dan saat pertemuan dengan-Nya, Dia meridhai kepada kita. Wallahul Musta’an.

Sumber: Majalah Taujih 40, edisi Juli 2015
  

No comments:

Post a Comment